Tuesday, April 23, 2013

A Long Visit My Mom:')

Oke, postingan kali ini isinya tentang sebuah sinopsis dari film yang bener-bener meaningful banget deh. Bukan maksudnya alay ya, but seriously you'll be touched by this great movie. If after watching this film you have not felt sad at all, it means your love to your mom is questionable. Do you need proof? So, I very recommend you to watch this movie. And voila! You'll get the proof. :)

 
Film ini diawali dengan kepergian seorang wanita bernama Jisuk yang mengunjungi kampung halamannya. Di perjalanan, ia melihat seorang anak kecil yang sedang belajar membaca dan ditemani Ibu juga Neneknya. Hal ini mengingatkan Jisuk pada masa kecilnya di kampung.

 Jisuk menghabiskan masa kecilnya di daerah pedesaan. Ia seorang anak perempuan yang pintar dan cerewet. Ia selalu diantar jemput ayahnya yang merupakan seorang supir bus. Jisuk sebenarnya anak kedua. Kakak perempuannya telah meninggal, mungkin karena hal itu Ibunya menjadi amat menyayanginya lebih dari adik laki-lakinya.

 Ayahnya mengalami cacat fisik. Kakinya pincang. Tak jarang karena kelainannya itu, ia sering diperolok orang-orang yang berada di sekitarnya. Rasa sakit dan dendam terpupuk di hatinya seiring penghinaan yang bertubi-tubi datang menggerogoti kakinya. Ayah Jisuk melampiaskan rasa sakit hatinya pada Ibu Jisuk. Kekerasan fisik mulai menjadi hal yang lumrah di antara kehidupan rumah tangga mereka. Hal ini benar-benar membuat Jisuk muak. Ia bahkan bercerita pada temannya bahwa ia tak ingin menikah karena benci akan rumahnya. Jisuk tidak suka pada Ayahnya dan Jisuk kesal dengan Ibunya yang menyebalkan.

Suatu hari ada pertemuan orang tua di sekolah Jisuk. Ketika Ibunya datang, Jisuk bergegas mencegahnya masuk. Ibunya bangga padanya. Tapi ia tak mau teman-teman dan gurunya melihat Ibunya. Ia malu. Jisuk malu mempunyai Ibu yang seperti itu, yang berbaju butut dan miskin. Jisuk bahkan menyuruhnya pulang. Tapi Ibu tetap bangga padanya.

 
 
Beberapa tahun berikutnya...

Di suatu malam, Ibu Jisuk dipukuli Ayahnya lagi. Jisuk murka dan membanting meja juga piring. Jisuk menyuruh Ibunya untuk membunuh ayahnya. Ia tak tahan lagi pada Ibu yang seolah-olah dibunuh secara perlahan-lahan oleh Ayahnya. Di sebuah saung (ga tau istilahnya di Korea -_-) Jisuk melarang Ibu tinggal dengan Ayah.

 Jisuk merasa kesal pada Ibu yang selalu mengalah pada Ayahnya sepanjang waktu. Jisuk menyuruh Ibunya untuk cerai atau pergi ke Seoul. Tapi Ibu mengatakan bahwa ia hanya kasihan pada suaminya. Ibu melakukan ini semua karena Jisuk. Jika Ibu berpisah dengan Ayah, Jisuk akan cape, Jisuk harus masak, bersih-bersih, juga merawat adiknya, bahkan Jisuk mungkin tidak bisa pergi ke sekolah. Ibu tak bisa membiarkan hidup Jisuk seperti itu walaupun Ibu akan sering dipukuli. Menurutnya, seorang Ibu harus melakukan sedikit pengorbanan. Dan Jisuk adalah alasannya untuk hidup. Mulai saat itu, Jisuk menjadi lebih perhatian pada ibunya.

 Jisuk akhirnya lulus dari sekolahnya. Jisuk mendapat beasiswa untuk kuliah di institut seni di kota Seoul. Awalnya Ayahnya ragu untuk membiarkannya kuliah di tempat yang jauh. Tapi akhirnya ia mengizinkan juga. Ibu sangat senang. Ia mengadakan pesta perayaan kecil-kecilan dan membelanjakan Jisuk beberapa baju untuk bekal kuliah.

 Jisuk lalu pergi ke Seoul dengan kereta. Ibunya mengemas banyak barang hingga tasnya terasa berat. Di jalan, Jisuk membuka tasnya. Ia menemukan banyak kaleng buah dan beberapa bungkusan yang ternyata berisi uang receh dari Ibu. Jisuk juga menemukan sepucuk surat dari Ibunya.

 Anakku Jisuk,

Ada begitu banyak yang ingin Ibu katakan, tapi Ibu tidak tahu bagaimana memulainya. Ibu tidak bisa menjagamu dengan baik, tapi Ibu sangat bangga padamu. Kamu telah pergi ke Seoul, Ibu sangat khawatir.

Apa kamu makan dengan baik? Apa kamu akan sakit?

Ibu percaya padamu, jadi Ibu harus membiarkanmu pergi sekarang. Mungkin tidak banyak, tapi Ibu menabungnya untukmu. Jika Ibu harus membeli tauge senilai 20 sen, Ibu hanya membeli senilai 10 sen. Saat Ibu harus membeli tahu, Ibu hanya membeli setengah blok. Maafkan Ibu tidak memberi lebih banyak. Ibu sedih anak perempuan Ibu harus pergi. Maafkan Ibu.


Jisuk mulai beradaptasi tinggal di Seoul. Ia juga kerja sambilan di coffee shop untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Ada seorang lelaki yang diam-diam memperhatikannya dan mulai menyukainya. Suatu hari, Ibu pergi ke Seoul untuk mengunjunginya. Ibu membawa barang yang sangat banyak. Jisuk kesal karena Ibu seperti itu. Ibu membawa barang-barang kesukaan Jisuk yang bisa dibeli di Seoul. Jisuk sebal karena Ibu membuat ribet dirinya sendiri untuk membawa apel-apel atau kaleng buah, padahal Jisuk bukan anak kecil lagi.

 Waktu cepat berlalu. Jisuk akan segera menikah. Jadi, diadakanlah pertemuan keluarga antara keluarga Jisuk dan Junsu(calon suaminya). Namun ternyata Ibu Junsu tak menyukai Jisuk. Menurutnya, tak ada satu hal pun yang membuat ia menyukai Jisuk. Hal ini sebenarnya karena Jisuk berasal dari keluarga yang miskin dan tak selevel dengan keluarganya yang kaya. Ibu jisuk melakukan pembelaan,

 Anakmu kuliah ke luar negeri karena orang tuanya kaya. Anakku harus bekerja sambilan selama kuliah. Dia bahkan hanya punya sepasang celana jeans. Anak lain setelah SMA, langsung menikah dengan modal dari orang tuanya. Anakku kuliah selama 2 tahun dan menjadi tulang punggung keluarga. Ini sangat menyaktkan bila aku ingat hal ini. 

Tapi tetap saja Ibu Junsu menolak Jisuk. Ibu sangat muak. Karena itu, Ibu Jisuk menyuruhnya untuk melupakan rencana pernikahan anak mereka. Dikosan Jisuk, Ibu mengutuki dirinya sendiri. Ia menyesal telah membuat hidup anaknya menderita karena kebodohan orang tuanya. Ibu pikir Ibu telah menghancurkan masa depan Jisuk.

Malam harinya, Ibu pergi ke kediaman Ibu Junsu. Ibu mengorbankan harga diri dan rasa malunya untuk meminta maaf dan memohon pernikahan Jisuk-Junsu agar bisa dilaksanakan. Ibu bahkan berlutut di hadapan Ibu Junsu untuk memohon restu pernikahan anaknya.
  
Aku rasa, aku salah kemarin. Sejujurnya itu karena kebodohanku. Aku memang bodoh, tapi ankku tidak. Dia tidak sepertiku. Sangat menyakitkan bila melihat anak sendiri menderita karena orang tuanya. Sekarang dia tidak bisa menikahi pria yang dicintainya karena orang tuanya. Aku sangat kecewa dengan Ibuku. Dia seharusnya menyekolahkanku. Kenapa dia tidak menyekolahkanku? Dia seharusnya menyekolahkanku.  

Jisuk akhirnya menikah tahun itu. Belasan bulan selanjutnya, Jisuk hamil. Jisuk pun melahirkan seorang putri yang cantik. Melihat Ibunya bahagia, Jisuk berkata

Ibu?
Apa rasanya sesusah ini ketika Ibu melahirkan aku?
Aku akan menjadi anak yang baik sekarang.
 

Bayi perempuan Jisuk telah tumbuh menjadi anak yang lucu. Ibu Jisuk masih sama, tetap mengiriminya barang-barang keperluan Jisuk. Jisuk kesal, ia menyuruh Ibunya untuk menghentikan kebiasaannya itu. Malamnya, Jisuk mendapatkan panggilan telepon dari Ibu. Ibu meminta Jisuk untuk pulang ke rumah secepatnya. Ayahnya meninggal. 

Ibu Jisuk : Suamiku... Suamiku... Dia memukulku dan memberikanku kehidupan yang keras. Kenapa aku amat merindukannya?

Jisuk mengingat saat Ayah membelikannya buah kaleng ketika ia belajar di kamar. Jisuk juga sadar ternyata Ayahnya sangat sedih ketika ia pergi meninggalkan desa untuk berkuliah di Seoul.

Jisuk : Aku kira, aku tidak menyukai Ayahku. Aku kira aku membenci Ayahku. Aku kira aku tak punya kenangan tentang dia dan aku tak merindukannya. 
Keesokan harinya, Jisuk meminta Ibu untuk tinggal dengannya di Seoul. Tapi Ibu menolak. Jisuk memohon Ibu untuk mendengarkan anak-anaknya. Tapi Ibu tetap tak mau. 

"Ini demi kamu. Akan menyedihkan saat seorang istri tidak punya tempat untuk menghilangkan kesedihan. Ibu akan selalu di sini. Datanglah ketika kau sedih. Ibu akan mendengarkanmu meski tak bisa menyelesaikan masalahmu." 

Semua itu ternyata kenangan yang kembali berputar dalam mimpi Jisuk di perjalanan menuju kampung halamannya. Jisuk berniat menjenguk Ibunya. Setelah makan siang, Jisuk menemui teman lamanya yang kini bekerja di toko daging. Jisuk meminta Mjeong untuk sering-sering menjenguk Ibunya karena ia akan sibuk beberapa waktu ke depan.

  

 Sebelum Jisuk tidur, Ibu membuatkannya bubur. Ibu masih saja meniupkan bubur yang panas hingga dingin untuknya. Jisuk merasa terharu dan kesal, ia bukan anak kecil lagi. Paginya, Jisuk membuka buku kenangan yang ia buat. Ia melihat-lihat fotonya bersama Ayah, adik, Mjeong dan tentunya fotonya bersama Ibu. Jisuk lalu mengajak Ibu jalan-jalan. Jisuk mengajak Ibu pergi ke tempat yang indah lalu mengajaknya makan di tempat yang menurut Ibu mahal. Ibu kesal karena harga makanan di situ sangat mahal, padahal seharusnya bisa setengah harga.

 Jisuk lalu membawa Ibunya berbelanja baju. Jisuk membelikan Ibunya beberapa helai pakaian seperti saat ia dibelikan pakaian oleh Ibunya untuk kuliah di Seoul dulu. Setelah itu, Jisuk mengajak Ibu untuk berfoto bersama. Malam hari, Jisuk dan Ibu berbaring di luar rumah melihat bintang dan bercakap-cakap.

 "Dulu Ibu membaringkanmu di sini dan menangis.
Kenapa? Karena hidup itu keras?
Bukan. Karena anakku menderita karena keadaan orang tuanya. Kau anak pintar. Kau juga cantik.
Kenapa aku bisa canrtik?
Karena rahim Ibu bagus dan Ibu juga cantik. Ibu menyekolahkanmu dan kau mendapat nilai sempurna. Kau tidak seharusnya lahir dari orang tua seperti kami. Ibu selalu memikirkan itu saat tak bisa tidur.
Bu, maafkan kemarin aku sangat menyebalkan.
kenapa bilang seperti itu? Ada apa? Seorang Ibu tahu segalanya. Seorang Ibu tahu ketika anaknya sedih. Jika anak sedih, hati Ibu pasti terluka.
Katanya tahu, Kenapa Ibu malah tanya?"


 Ibu merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Jisuk. Saat Jisuk mandi, Ibu meraih handphonenya dan menelepon Junsu. Ibu menanyakan keadaan Jisuk padanya. Ibu takut Jisuk dan Junsu sedang bertengkar, karena itulah Jisuk pergi sendiri menemui Ibunya. Junsu menjawab Jisuk datang sendiri karena kangen dengan Ibu. Tapi Ibu tak percaya. Ibu juga melihat Jisuk kini menjadi kurus. Ibu tetap memaksa Junsu mengatakan yang sebenarnya. Akhirnya Junsu berkata bahwa Jisuk sedang sakit. Jisuk menderita kanker pankreas stadium akhir.

 Ibu tak percaya akan apa yang di dengarnya. Ibu lalu menangis sambil memandang foto Ayah Jisuk. Saat Jisuk hendak tidur, Ibu datang lalu memijat-mijat kakinya.
 

"Aku tak apa-apa.
Apa kau akan pulang lebih awal besok? Bisakah tinggal di sini lebih lama?
Aku harus merawat anakku. Kapan ya aku bisa datang lagi?
Kau bisa ke sini bulan depan. Jangan berkata seperti itu. Kau bisa ke sini bulan depan dan bulan berikutnya. Tak ada yang mampu mengambilmu dariku. Tak akan ada yang mampu mengambil anakku . Tak ada yang bisa mengambil anakku selama aku masih hidup.
Anakku, jangan khawatir. Ada Ibu. Ibu di sini. Ibumu ada di sini.Akan kulindungi anakku. Ibu akan melindungimu. Sebentar....

Ibu!
Oh Tuhan, aku tak bisa hidup seperti ini. Aku tak bisa hidup tanpanya. Ambil aku juga. Aku tak bisa hidup tanpa anakku. Tak bisa. Anakku. Anakku...
Bu.......maafkan aku.
Kenapa kau harus minta maaf? Untuk apa kau minta maaf?
Banyak. Karena tidak menurut. Karena membuat Ibu kesepian. Karena mengecewakan Ibu. Karena menutup telepon lebih dulu.
Anakku, jangan berkata seperti itu. Tak perlu minta maaf. Maafkan Ibu. Maafkan Ibu..."

   
 

 

Jisuk dan Ibu lantas berpelukan dalam tangis. Air mata menjadi tokoh utama dalam adegan malam terakhir Jisuk di rumah Ibu. Pagi-pagi Ibu mengantarkan Jisuk ke stasiun kereta. Jisuk akan pulang ke Seoul.

"Anakku. Anakku. Jangan khawatir, kau tak akan pergi duluan. Ibu tahu segalanya tentangmu. Kau tak akan pergi duluan, jadi jangan takut. Ibu akan melindungimu. Ibu akan melakukan apa saja meski harus ke ujung dunia. Jangan khawatir, pergilah. Ibu tak akan menangis bila tak terjadi apa-apa, jadi jangan menangis."

Kereta Jisuk mulai berangkat. Ibu tetap mengejar Jisuk. Beberapa hari kemudian, Jisuk meninggal. Setelah meghadiri pemakaman Jisuk, Ibu kembali ke pedesaan. Kini Ibu menjalani hidupnya benar-benar dalam kesendirian. Jisuk dan Ayah telah meninggal. Adik Jisuk sedang bekerja di kemiliteran. Ibu memandang foto terakhir Jisuk dengannya.  

   

 "Anakku, Ibu masih terus hidup meski telah mengantarmu pergi. Hari-hari telah berlalu. Semakin dekat bertemu denganmu. Seharusnya Ibu cepat menyusulmu dan berbicara denganmu agar kau tak kesepian.

Ibu sungguh bodoh, Ibu tak bisa tidur karena khawatir. Ibu tak bisa bertemu denganmu meskipun Ibu sudah mati. Anakku. Jika kau mendengar kematianku, jangan biarkan aku tersesat, kau harus mencariku. Anakku, apa kau tahu? Hal terindah yang pernah kulakukan dalam hidupku adalah melahirkanmu. Hal yang paling kusesali dalam hidupku adalah juga melahirkanmu. Maafkan Ibu berkata seperti ini, tapi jadilah anakku lagi di kehidupan mendatang. Ibu menyayangimu, putriku." 

☺♥☺♥


kalian semua pasti penasaran kan sama filmnya? yang belum nonton film ini, wajib deh nonton! soalnya film ini udah deh....gabisa dideskripsikan lagi:') buat yang perempuan pasti mewek bombay kalo nonton film ini dan buat yang laki kalo mewek, applause buat kalian!;) pokoknya, tangisan kalian jangan tangisan air mata buaya ya gaes...karena, Ibu itu segalanya buat kita sampai kapanpun!!!!!!:):):) 

1 comment: